|



Derita Petani dan Nelayan Kehilangan Mata Pencarian Akibat Penimbunan Lahan Mangrove di Diduga Dilakukan PT STTC

Editor: Admin


Lokasi Penimbunan Lahan diduga dilakukan oleh pihak PT STTC. Foto : (Ist, Hendra) 

METROINDO.ID | BELAWAN – Nasib petani tambak dan nelayan kecil di Belawan kian memprihatinkan menyusul adanya aksi penimbunan lahan Mangrove dan tambak milik petani tambak alam diduga yang dilakukan PT STTC.

Aksi pengerusakan lingkungan alam pesisir dan rusaknya lahan resapan air dilakukan tak terjamah hukum.

Faktanya anak sungai dikenal dengan nama Paluh Puntung dengan lebar 15 meter kedalaman 5 meter menjadi korban penimbunan paksa oleh pelaksana proyek penimbunan lahan di Jalan Pulau Irian, Lingkungan 11, Kelurahan Belawan Bahari, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara.

Dampaknya, kalangan nelayan kecil yang bisa menggantungkan hidup mencari ikan, udang dan kepiting di sekitar Paluh Puntung tak lagi dapat diharapkan akibat sudah ditimbun pihak pengusaha PT STTC yang bakal menyulap lahan Mangrove dan tambak menjadi depo kontainer terbesar di Belawan.

Dari hasil investigasi awak Media dilokasi, Jumat (18/4/2025), siang tampak pengerusakan lahan Mangrove yang merupakan resapan air dan penutupan anak sungai Paluh Puntung terus terjadi.

Pantas saja belakangan ini kerap terjadi banjir rob yang kian besar di kawasan Belawan hingga tak hanya merendam ribuan rumah warga melainkan merendam jalan raya di Belawan.

Bu Aisyah menunjukan lahan yang ditimbun oleh Mafia Perusahaan PT STTC

Bahkan, pada Hari Raya Idul Fitri 1446 H kemarin, Banjir rob sempat merendam sejumlah kantor Instansi Pemerintah, BUMN, Swasta dan Rumah Sekolah serta pasilitas umum lainnya.

Mirisnya, sejumlah petani tambak di sekitar lokasi lahannya menjadi terancam tertimbun tanah tanpa ada ganti rugi, padahal warga menempati dan mengelolah lahan tambak tersebut sudah puluhan tahun lamanya dengan alas hak SK Camat.

Sebagaimana dari pengakuan para petani tambak dan nelayan kecil lainnya diantaranya Bu Aisyah (60), selaku pemilik tambak seluas 6 hektar di lokasi tersebut mengaku dizolimi pihak penimbun lahan karena lahan tambak ikan dan udang miliknya sebagian sudah ditimbun paksa oleh perusahaan yang tak jelas namanya alias mafia.

Bu Aisyah mengaku, aksi penimbunan anak sungai Paluh Puntung dilakukan pada malam hari hingga lahan tambak miliknya terkena timbunan tanah.

"Sampai saat ini saya belum pernah bertemu dengan pihak perusahaan bahkan belum ada diganti rugi atas lahan tambak produktif yang selama ini menjadi tulang punggung penghasilan bagi keluarga kami," ujar Bu Aisyah sembari menunjukan lahan kolam tambak yang terkena timbunan tersebut.

"Kalau memang perusahan penimbun itu jelas pasti ada izin penimbunan serta ada Amdalnya, tapi ini malah kok aksi penimbunan nya pada malam hari hingga kolam orang pun terkena timbunan,” cetusnya dengan kesal.

Menurut Bu Aisyah, sejarah Anak sungai Paluh Puntung itu secara alam sudah ada sejak dulu dan pada tahun 1980-an Paluh Puntung ini terkena pelebaran Jalan Tol Belmera (Belawan Tanjung Morawa), makanya jalur anak sungai menjadi terpotong hingga disebut namanya dengan Paluh Puntung.

"Kala itu mana yang lahan petani tambak yang terkena jalan Tol mendapatkan ganti rugi," katanya lagi.

Sementara, Petani tambak dan nelayan lainnya bernama Kholil, Jafar dan Kek Pandi mengaku, sungguh kejam perlakuan para mafia tersebut kepada nelayan kecil.

"Karena sejak ditimbunnya Paluh Puntung saat ini mata pencarian kami sudah tidak ada lagi bahkan ada 4 sampan kami ikut ditimbun paksa bahkan pintu air tambak milik kami juga turut ditimbun sehingga keluar masuk air tambak tak ada lagi," ucapnya.

Pemilik sampan telah berusaha menuntut ganti rugi kepada penanggung jawab proyek namun tidak mendapat tanggapan bahkan terkesan mengelak untuk bertanggung jawab.

"Padahal sebelum kejadian kami sudah demo bersama Wakil Ketua DPRD Kota Medan minta paluh tidak ditimbun. Namun tidak diindahkan, bahkan penimbunan terus berlanjut siang dan malam," kata Dermawan.

Diungkapkan Dermawan, proyek itu adalah pekerjaan penimbunan lahan yang diduga milik PT STTC dan dikerjakan pihak ketiga.

"DPRD Kota Medan dan pihak kelurahan serta Kepling sudah datang ke lokasi namun tetap tidak ada penyelesaian," sebut Dermawan. 

Warga berharap kepada Pemerintah dan Dinas Lingkungan Hidup agar dapat membantu nasip para petani dan nelayan kecil didaerah lahan yang ditimbun itu.

"Kami berharap pada Pemerintah dan Dinas Lingkungan Hidup untuk dapat membantu nasib kami para petani tambak dan nelayan kecil disini, karena sudah puluhan tahun kami menggantungkan hidup dari lahan disini bahkan lingkungan hidup sudah rusak akibat ulah pengusaha nakal yang sewenang wenang melakukan penimbunan lahan,” harapnya. (Hendra)

Share:
Komentar

Berita Terkini

 
/> -->